Powered By Blogger

Sabtu, 15 September 2012

fiqih munakahat


Istilah-istilah
Kompilasi Hukum Islam
UU 1/74
Nikah
Ø Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.
Ø Pasal 2
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Ø Pasal 3
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Ø Pasal 4
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1)

ØPasal 5
(1) Agar  terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut a pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 Undang-undang No. 32

Khitbah
ØPinangan belum menimbulkan  hukum, dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan
Dilarang meminang seorang wanita  yang sedang dipinang pria lain, selama belum ada jawaban dari wanita
Ø Peminangan ialah kegiatan kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita

Kafa’ah

Suatu kondisi dimana dalam suatu perkawinan haruslah didapatkan adanya keseimbangan antara suami dan istri mengenai beberapa aspek tertentu yang  dapat merusak kehidupan perkawinan.
Mahar
Ø Pasal  30
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Ø Pasal  31
Penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.
Ø Pasal  32
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya.
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Poligami
Ø Pasal 55
(1) Beristeri lebih satu orang  pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.
(2) Syarat utaama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.
Ø Pasal 56
(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
(2) Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tatacara sebagaimana diatur dalam Bab. VIII Peraturan Pemeritah No.9 Tahun 1975.
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Ø Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Syarat-syarat poligami yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu:
a. adanya pesetujuan isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal  41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9  Tahun  1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada sidang Pengadilan Agama.
(3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.






Istilah-istilah
Imam syafi’i
Imam maliki
Imam hambali
Imam hanafi
Nikah
Ø Redaksi akad harus merupakan bentukan dari kata al-tazwijdanal-nikahsaja, selainya tidak sah.
Ø Pernikahanharusadaduasaksilaki-laki, muslim, danadil

Ø Akad menjadi sah apabila menggunakan bentukan dari kata al-nikah dan al-zawaj, juga lafad al-hibbah. Selain itu dianggap tidak sah.
Ø Saksi hukumnya tidak wajib dalam akad wajib dalam akad, tapi wajib dalam dukhul
Ø Akad menjadi sah apabila menggunakan bentukan dari kata al-nikah dan al-zawaj , juga lafad al-hibbah. Dengan syarat harus disertai penyebutan mas kawin. Selain itu dianggap tidak sah
Ø    Pernikahan harus ada dua saksi laki-laki, muslim, dan adil.
Ø Boleh menggunakan segala redaksi yang menunjukkan maksud nikah, sepanjang disertai qarinah yang menunjukkan arti nikah (yang bermakna kelestarian)
Ø     Saksi nikah cukup hadir dua orang laki-laki, atau satu orang laki-laki dan dua orang perempuan, tanpa syarat harus adil.
Khitbah
Berpendapat bahwa seorang calon pengantin terutama pria dianjurkan untuk melihat calaon istrinnya sebelum pernikahan.
Berpendapat bahwa seorang calon pengantin terutama pria dianjurkan untuk melihat calon istrinya sebelum pernikahan.
Melihat pinangan disaat kebutuhan mendesak supaya tidak menimbulkan fitnah dan sahwat.
Batasan melihat dalam meminang adalah padamuka, telapak tangan dan kaki.
Kafa’ah
Kafa’ah merupakan masalah penting yang harus diperhatikan sebelum perkawinan.

Keberadaan kafa’ah diyakini sebagai factor yang dapat menghilangkan dan menghindarkan munculnya aib dalam keluarga.

Madzab Maliki memprioritaskankafa’ah dari segi agama dan bebas dari cacaat, namun apabila calon mempelai wanita menerima cacat dari mempelai pria,  maka perkawinan bisa dilanjutkan.

Keberadaan kafaa’h merupakan upaya untuk mengantisipasi terjadinya aib dalam keluarga calon mempelai.

Hak menentukan kafa’ah ditentukan oleh pihak wanita dengan demikian yang menjadi obyek penentuan kafa’ah adalah pihak pria.









Mahar
Ø Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang dan harus dibayar kontan.
Ø Jika belum dicampuri, suami menthalaq maka istri tidak mendapat mahar mitsil tapi mendapat muth’ah.
Ø Jika suami tidak mampu membayar mahar, maka istri boleh me-fasakh, tapi harus sebelum dukhul.
Ø Mengenai batasan minimal mahar adalah tidak ada.
Ø Melarang menghutang mahar, mengenai batasan minimal mahar adalah tidak ada.
Ø Melarang menghutang mahar, jika sudah terjadi percampuran maka akad nya sah dengan menggunakan mahar mitsil.
Ø Tidak ada kewajiban membayar mahar jika ada diantara keduanya meninggal.
Ø Jika suami tidak mampu membayar, dan istri menghendaki cerai maka hakim harus mengabulkannya sepanjang belum terjadi dukhul, tapi sebelumnya hakim harus memberikan kesempatan bagi suami untuk membayar utangnya.
Ø Jumlah minimal mahar adalah tiga dirham. Jika mahar disebutkan, tapi akan kontan atau hutangnya tidak disebutkan, maka harus dibayar kontan.
Ø Jika suami meninggal, maka si istri berhak penuh atas mahar mitsil yang dijanjikan.
Ø Istri berhak men-fasakh sekalipun sudah dukhul, sepanjang si istri tidak mengetahui kesulitan suaminya sebelum akad nikah aminya sebelum akad nikah.

Ø Jumlah minaimal mahar adalah sepuluh Dirham.
Ø Jika mahar dihutang, jika mahar dihutang, tetapi waktunya tidak disebutkan maka hutangnya batal, harus dibayar kontan.
Ø Jika suami meninggal, maka si istri berhak penuh atas mahar mitsil yang dijanjikan.
Ø Istri tidak boleh men-fasakh perkawinanya, dan hakim tidak boleh menjatuhkan cerai padanya. Istri hanya berhak untuk tidak bersedia digauli.
Poligami
Ø Imam Syafi’I, Maliki, Hanafi, dan Hambali berpendapat bahwa: seorang suami boleh memiliki istri lebih dari satu, karena dalam agama islam seorang laki-laki dibolehkan mengawini lebih dari satu tetapi dibatasi hanya sampai 4 orang istri.
Akan tetapi kebolehannya tersebut memiliki syarat yaitu:
Ø  Berlaku adil, diantara istri-istrinya dalam nafkahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar